Pernahkah kita merenung, apakah musuh tersembunyi yang paling dahsyat, yang mampu menghancurkan sendi-sendi umat, merobek ikatan persaudaraan, dan akhirnya, meruntuhkan sebuah tamadun yang dibina atas nilai-nilai luhur? Bukanlah serangan senjata, bukan pula bencana alam, tetapi fitnah. Ya, fitnah, bisikan jahat yang menyelinap, kata-kata dusta yang disebarkan tanpa rasa takut, mampu melumpuhkan jiwa yang bersih, membutakan akal yang waras, dan menanam benih perpecahan yang mendalam di hati setiap insan.
Sejarah tamadun manusia, termasuk tamadun Islam yang gemilang, tidak terkecuali dari bahaya fitnah ini. Kita dapat melihat bagaimana pada awal sejarah Islam, setelah wafatnya Rasulullah SAW, fitnah mulai menyebar bagai api dalam sekam. Berita-berita yang tidak benar, tuduhan-tuduhan palsu, dan tafsiran yang sengaja diputarbelitkan mula memecahbelahkan umat yang dahulunya bersatu padu di bawah panji tauhid.
Contoh yang paling menyedihkan adalah fitnah yang terjadi di masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib RA. Meskipun beliau adalah salah seorang sahabat utama Rasulullah SAW dan dikenal dengan keadilan serta kebijaksanaannya, fitnah tetap saja mampu menyerang dan menimbulkan perpecahan yang dahsyat. Desas-desus dan tuduhan tidak berdasar disebarkan, memprovokasi pemberontakan dan konflik internal yang berdarah, seperti Perang Siffin dan tragedi Karbala. Padahal, masyarakat Islam pada masa itu dibangun atas dasar keimanan dan persaudaraan yang kuat. Namun, fitnah mampu menggerogoti fondasi ini, menyebabkan perpecahan yang mendalam dan luka sejarah yang masih terasa hingga kini.
Fitnah, dalam bentuk apapun, selalu menjadi ancaman bagi keutuhan sebuah masyarakat. Ia merusak kepercayaan, memecahbelah persatuan, dan menghalangi kemajuan. Dalam konteks tamadun Islam, fitnah bukan hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga nilai-nilai agama yang luhur seperti kejujuran, keadilan, dan persaudaraan. Ketika fitnah merajalela, keadilan sulit ditegakkan, kejujuran dipandang rendah, dan persaudaraan tergantikan oleh prasangka dan permusuhan.
Oleh itu, sebagai umat yang mewarisi tamadun Islam yang mulia, marilah kita bertekad untuk memerangi fitnah dalam segala bentuknya. Saringlah setiap berita, teliti setiap informasi, dan jangan biarkan lidah kita menjadi alat penyebar kebohongan. Mari kita bangun kembali tamadun yang kuat, yang berlandaskan kebenaran, keadilan, dan persaudaraan, agar fitnah tidak lagi memiliki ruang untuk meruntuhkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan kepada kita. Jangan biarkan fitnah meruntuhkan tamadun yang telah dibangun dengan darah dan air mata para pendahulu kita.